KEBIJAKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan besar
dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu pertama, mempertahankan hasil-hasil pembangunan
pendidikan yang telah dicapai; kedua, mempersiapkan sumber daya manusia
yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global; dan ketiga, sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk
melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan
yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan
daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh
rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
2. Meningkatkan kemampuan
akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga
kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama
dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan
wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
3.Melakukan pembaharuan sistem
pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk
melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional
dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis
pendidikan secara professional;
4.. Memberdayakan lembaga
pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai,
sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat
yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
5. Melakukan pembaharuan dan
pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi,
otonomi keilmuan dan manajemen;
6.Meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk
memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7. Mengembangkan kualitas sumber
daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui
berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi
muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan
lindungan sesuai dengan potensinya;
8.Meningkatkan penguasaan,
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi
bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi
Berdasarkan Rencanan Strategi Kementerian Pendidikan
Nasional 2010-2014 sekolah yang berhasil menerapkan MBS dengan baik sebesar
(50%), tetapi masih banyak pula sekolah yang belum berhasil sebesar (50%).
Sesuai dengan Rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut,
diharapkan pada akhir Tahun 2014, 90% sekolah telah menerapkan MBS dengan baik.
Berkenaan dengan hal tersebut, upaya peningkatan jumlah sekolah yang dapat
menerapkan MBS dengan baik perlu segera dilaksanakan.
Pencapaian keberhasilan penerapan MBS di Sekolah
Dasar (SD) masih beragam. Berdasarkan penelitian dan pengamatan tentang MBS,
keberagaman keberhasilan tersebut disebabkan antara lain oleh belum kuatnya
komitmen pengambil kebijakan pendidikan di berbagai daerah (baik tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya
pemahaman pihak sekolah dan masyarakat, akan arti penting MBS bagi peningkatan
kualitas pendidikan.
Belum kuatnya komitmen pengambil kebijakan
pendidikan di berbagai daerah dan kekurangpahaman tehadap pentingnya MBS
tersebut, lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang berbagai aspek yang
terkait dengan MBS. Hal-hal tersebut
pada ujungnya mengakibatkan
penerapan MBS belum dapat berjalan secara baik. Untuk itu, walaupun MBS
sebagai model pengelolaan
Bagi pengelola dan pelaksana SD yang telah
menerapkan MBS dengan baik, agar terus meningkatkan keefektifan dan efisiensi
dalam jangka panjang. Bagi penyelenggara SD yang belum optimal menerapkan MBS
dapat termotivasi untuk menerapkan MBS sebagai wahana untuk meningkatkan mutu
proses dan hasil penyelenggaraan pendidikan. Keberhasilan dalam
mengimplementasikan MBS di SD, akan membawa dampak positif bagi peningkatan
kualitas pendidikan pada jenjang satuan pendidikan selanjutnya. Salah satu
kebijakan strategis pendidikan nasional sesuai dengan amanat Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah manajemen berbasis
sekolah (MBS). MBS tersebut merupakan pendekatan manajemen yang harus
diterapkan oleh sekolah dasar sebagai
bagian dari satuan pendidikan dasar berdasarkan standar pelayanan minimal.
Penerapan MBS di sekolah mendorong sekolah harus secara aktif, mandiri,
terbuka, dan akuntabel melakukan
berbagai program peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah
sendiri dengan disertai pembuatan keputusan secara partisipatif . Pada dasarnya MBS telah dilaksanakan di
sekolah-sekolah dasar meskipun dalam berbagai katagori tingkatan. Ada sekolah
dasar (SD) yang telah menerapkan MBS dengan
katagori baik. Ada sekolah dasar yang penerapannya dalam katagori
sedang. Ada pula SD yang penerapan MBSnya pada katagori awal atau kurang.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam upaya mencapai target sasaran rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun
2014 diprogramkan 90% SD melaksanakan MBS dengan baik, maka perlu
upaya strategis yang berkesinambungan. Dalam upaya mencapai target sasaran
rencana strategis tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi , maka
Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar melakukan kegiatan Pembinaan Teknis MBS
sebagai salah satu bagian dari pembinaan sekolah dasar secara menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
1.Apakah konsep dasar Manajemen berbasis sekolah di SD?
2.Apa sajakah komponen
Manajemen Berbasis Sekolah di SD?
C.TUJUAN
1.Untuk mengetahui konsep dasar Manajemen berbasis
sekolah di SD
2.Untuk mengetahui komponen Manajemen Berbasis
Sekolah di SD
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Manajemen Berbasis sekolah di SD
Pendidikan harus menyediakan
peta kehidupan yang kompleks dan selalu berubah sekaligus memberi kompas (arah
jalan) yang memungkinkan seseorang untuk menemukan jalan dalam peta tersebut.
Dengan demikian, siswa tidak dibanjiri dengan informasi tetapi menjadikan
mereka sebagai pembelajar dan menjaga perkembangan mereka secara individual dan
di dalam masyarakat .Victor Ordonez selaku Direktur Unesco untuk Asia Pasifik
dalam sambutannya pada konferensi Unesco di Melbourne Australia pada tanggal 30
Maret 1998 menyampaikan betapa pentingnya memperhatikan konsep dasar pendidikan
secara holistik. Melalui konsep dasar itulah
peta, arah dan tujuan dari pendidikan akan menemukan pola manajemennya
yang unik sesuai dengan latar konteks sosial dimana sekolah itu berada.
MBS adalah bentuk otonomi
manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah
dan guru di SD, dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan
(Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Selama ini kita meyakini bahwa kegagalan sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikannya terkait dengan tiga (3) hal, yakni: (1)
Guru-gurunya kurang berkualitas yang berdampak pada kegagalan, (2) Peserta
didiknya, khusus anak-anak yang berasal dari minoritas tidak mampu, sehingga
berdampak pada semangat belajar yang kurang, (3) Tidak cukup dana untuk
membiayai proses keberlangsungan pendidikan.
Bayangkan ilustrasi ini, jika dalam
dunia bisnis, sebuah perusahaan mengalami kegagalan, maka tentu saja si pemilik
perusahaan tidak bisa menyalahkan pelanggannya. Begitu juga dengan kegagalan
dalam pendidikan kita. Tidak bisa hanya menyalahkan guru, peserta didik, atau
ketiadaan dana. Semua sangat tergantung bagaimana konsep Manajemen Berbasis Sekolah
bisa dipahami dengan baik oleh stake holder yang ada di sekolah dan dapat
diimplementasikan dengan baik sesuai dengan visi dan misi yang dirancang.
Banyak ditemukan sekolah-sekolah yang guru, murid, dan dana dengan standar
sangat minimal dan terbatas, namun kepala sekolah mampu menjadikan sekolah
mereka eksis dan sukses dalam mengelola pendidikannya.
Esensi MBS menjadi sangat
penting dalam membangun konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah. Bukan hanya
sekedar pemberian otonomi sekolah agar dapat bekerja dengan baik dalam rangka
peningkatan mutu sekolah. Atau bukan diterjemahkan dangkal dalam otonomi
sekolah sebagai pemberian kewenangan yang lebih mandiri pada sekolah yang
mengandung makna swakarsa, swakarya, swadana, swakelola, dan swasembada. Namun
lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah memiliki kelayakan sebagai manajer dan
pemimpin yang dapat mengelola bidang terkait dengan manajemen kurikulum,
peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pembiayaan,
dan hubungan sekolah dan masyarakat, di samping menata budaya sekolah yang ada.
Semua aspek dan delapan (8) standar pendidikan dapat terpenuhi dengan baik dan
patut dalam proses pendidikan yang ada jika kepalasekolah dan guru melaksanakan
manajemen dengan baik. Manajemen menjadi faktor penting untuk dapat dipahami
dan dilaksanakan dalam mengontrol kegiatan hidup sekolah sehari-hari.
sukses MBS sangat bergantung pada peran kepala
sekolah dan guru sebagai entrepreuneur. Mereka dapat mengidentifikasi dan
memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri yang unik, dan secara
bersama-sama menghimpun informasi dan membuat pilihan sesuai dengan kondisi
yang ada di sekolah mereka. Mereka dapat mengelola dana dengan baik,
mengontrolnya dan melaporkannya secara akuntabiltas. Delegasi tugas berjalan dengan baik hingga ke
jenjang terendah di satuan pendidikan mereka. Perolehan belajar peserta didik
menjadi fokus agar tidak ada peserta didik yang dirugikan. Budaya sekolah
dibangun sebagai komunitas pemelajar yang selalu haus akan ilmu dan selalu
belajar. Peran serta orangtua dan masyarakat terlibat dalam berbagai aktivitas
sekolah sehingga terbangun kepercayaan yang baik. Manajeman yang baik akan
menjadi lahan subur bagi berkembangnya budaya sekolah yang baik dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Jika konsep dasar manajemen berbasis
sekolah ini terpahami dengan baik, maka secara tidak langsung akreditasisecara
internal tengah berlangsung di satuan pendidikan SD tersebut, dan proses
pendidikan akan berjalan dengan efektif dan inovativ.
B.Komponen-Komponen dalam Manajemen Berbasis Sekolah di SD
1. Manajemen
Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Sekolah
Manajemen
kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah adalah pengaturan kurikulum dan
pembelajaran yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan,
dan mengevaluasi kurikulum dan pembelajaran di sekolah,
berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi
manajemen berbasis sekolah. Prinsip- prinsip implementasi pembelajaran yang
dikembangkan dalam program MBS ini diharapkan dapat mengembangkan model
pembelajaran yang lebih bervariasi, interaktif, dan praktis sehingga
pembelajaran menjadi lebih menarik dan relevan bagi peserta didik.Gaya
pembelajaran seperti ini dikenal dengan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan atau disingkat PAKEM.
Ruang
lingkup kegiatan manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah
meliputi: penyusunan program tahunan, penyusunan dan penjabaran kalender
sekolah, pembagian tugas mengajar dan tugas lain, penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan
jadwal kegiatan perbaikan dan pengayaan, penyusunan jadwal kegiatan
ekstrakurikuler, penyusunan program kegiatan bimbingan karir (BK), pengaturan
pemanfaatan sumber dan media pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran yang
efektif untuk pokok-pokok bahasan tertentu (antara lain PAKEM), pengaturan
kriteria dan pelaksanaan penilaian hasil belajar pesertadidik, kenaikan kelas,
dan kelulusan, penyusunan/review KTSP dan silabus, penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP),
pengaturan pembukaan tahun ajaran baru, pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, supervisi pembelajaran,
supervisi kegiatan BK, penentuan kelulusan peserta didik, penutupan tahun
ajaran dan pelepasan peserta didik, pengawasan (pemantauan, dan evaluasi), dan
pertanggungjawaban (pelaporan).
2. Manjemen
Peserta Didik Berbasis Sekolah
Tujuan manajemen peserta didik adalah mengatur kegiatan
peserta didik agar menunjang proses belajar mengajar di sekolah dalam
pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan yang optimal. Fungsi manajemen
peserta didik adalah wahana mengembangkan
peserta didik optimal baik individu maupun sosial sesuai dengan kebutuhan dan/atau kebutuhan khusus. Ruang lingkup kegiatan
manajemen peserta didik berbasis sekolah
meliputi penerimaan peserta didik baru, pengenalan atau masa orientasi peserta
didik baru, penempatan peserta didik, pelayanan minat dan bakat, pembinaan d i,
layanan khusus siswa, dan penatalaksanaan peserta didik. Penerimaan peserta
didik baru dilakukan dengan memperhatikan daya tampung dan besarnya kelas
(class size). Kebijakan sekolah untuk penetapan jumlah peserta didik yang
diterima mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan Dasar dengan ketentuan rasio siswa per kelas adalah 1: 32. Untuk
menetapkan penerimaan peserta didik berdasarkan kriteria yang diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan dinyatakan
3. Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Berbasis Sekolah
Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berbasis
Sekolah Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah adalah
pengaturan pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi kegiatan
merencanakan, mengorganisir, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan
yang terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, dengan
berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah. Dalam
penerapan MBS di SD, yang dimaksud pendidik adalah guru dan konselor yang
berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pendidikan di SD. Pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, Pendidik pada SD sekurang-kurangnya
terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan
oleh SD masing-masing sesuai dengan keperluan. Guru mata pelajaran di SD
sekurang-kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan
kesehatan. Tenaga kependidikan yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan di SD.
Permendiknas NOMOR 18 TAHUN 2007
TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM
JABATAN
Pasal 1
(1) Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat
pendidik untuk guru dalam jabatan. (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi
akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV). (3) Sertifikasi bagi guru
dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi
dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
4. Manajemen Sarana dan Prasarana Berbasis
Sekolah
Manajemen sarana dan prasarana berbasis sekolah adalah pengaturan sarana
dan prasarana yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisir, melaksanakan,
dan mengevaluasi program kegiatan sarana dan prasarana di sekolah, dengan
berpedoman pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan
Prasarana, sebagai berikut. a. Satu SD memiliki sarana dan prasarana yang dapat
melayani minimum 6 rombongan belajar dan maksimum 24 rombongan belajar. b. Satu
SD dengan enam rombongan belajar disediakan untuk 2000 penduduk, atau satu
desa. c. Pada wilayah berpenduduk lebih
dari 2000 jiwa dapat dilakukan penambahan sarana dan prasarana untuk melayani
tambahan rombongan belajar di SD yang telah ada, atau disediakan SD baru. d.
Pada satu kelompok pemukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk
lebih dari 1000 jiwa terdapat satu SD dalam jarak tempuh bagi peserta didik
yang berjalan kaki maksimum 3 km melalui lintasan yang tidak membahayakan.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar
Pengelolaan dinyatakan bahwa sekolah menetapkan kebijakan program secara
tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana. Manajemen sarana dan prasarana meliputi
aktivitas identifikasike butuhan, perencanaan, pengadaan, penginvetarisan,
penyimpanan/pemeliharaan, da penghapusan. Barang yang dikelola meliputi barang
yang tidak bergerak, serta barang yang bergerak, baik yang habis pakai maupun
yang tidak, misalnyaperabot, alat kantor, buku, alat peraga praktek media
pendidikan, dan administrasi sekolah.
5. Manajemen Pembiayaan Berbasis Sekolah
Manajemen pembiayaan berbasis sekolah adalah pengaturan pembiayaan yang
meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengevaluasi
program kegiatan pembiayaan di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip
implementasi manajemen berbasis sekolah.
a. Kegiatan perencanaan Perencanaan keuangan merupakan
satu aktivitas dalam menetapkan perkiraan biaya yang diperlukan untuk penetapan
sumber, pengalokasian, pengelolaan, pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan
yang mendukung pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. Perencanaan keuangan
sekolah menyatu dengan Rencana Kerja Sekolah (RKS) secara menyeluruh. Dengan
demikian perencanaan keuangan sekolah terdiri dari : 1. Perencanaan jangka
pendek, 2. Perencanaan jangka menengah, dan 3. Perencanaan jangka panjang
b. Sumber Keuangan Sesuai dengan Permendiknas No. 44
tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Pendidikan: 1) Sumber Biaya
pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah terdiri: a) anggaran pendapatan dan belanja negara;
b) anggaran pendapatan dan belanja daerah; c) sumbangan dari peserta didik atau
orang tua/walinya; d) sumbangan dari pemangku kepentingan pendidikan dasar di
luar peserta didik atau orang tua/walinya; e) bantuan lembaga lainnya yang
tidak mengikat; f) bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau g) sumber
lain yang sah. 2) Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang
diselenggarakan oleh masyarakat: a) bantuan dari penyelenggara atau satuan
pendidikan yang bersangkutan; b) pungutan, dan/atau sumbangan dari peserta
didik atau orang tua/walinya; c) bantuan dari masyarakat di luar peserta didik
atau orang tua/walinya; d) bantuan Pemerintah; e) bantuan pemerintah daerah;
f) bantuan pihak asing yang tidak
mengikat; g) bantuan lembaga lain yang tidak mengikat; h) hasil usaha
penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau i) sumber lain yang sah.
c. Pengalokasian Pengalokasian adalah suatu rencana
penetapan jumlah dan prioritas uang yang akan digunakan dalam pelaksanaan
pendidikan di sekolah. Alokasi keuangan di sekolah, baik sekolah negeri maupun
sekolah swasta pada dasarnya adalah sama. Alokasi tersebut terdiri dari : 1)
Alokasi pembangunan, baik pembangunan fisik (penambahan pasilitas) maupun
nonfisik (pendidikan dan latihan pegawai);
Panduan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Alokasi
kegiatan rutin, seperti belanja pegawai, kegiatan belajar mengajar, pembinaan
kasiswaan, dan kebutuhan rumah tangga.
d. Penganggaran (penyusunan RKS, RKJM dan RKT) Rencana
Kerja Sekolah (RKS) adalah dokumen satuan pendidikan yang memuat Rencana Kerja
Jangka Menengah (RKJM), dan disusun empat tahun sekali. Rencana Kerja Tahunan
(RKT) disusun setiap tahun oleh sekolah berdasarkan RKJM, dengan masa
implementasi satu tahun. Dengan demikian,dokumen RKJM memuat rencana strategis
yang akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dan dokumen
RKT memuat program/kegiatan strategis dan kegiatan operasional sekolah yang
akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu 1 (satu) tahu
6. Manajemen
Hubungan Sekolah dan Masyarakat Berbasis Sekolah
Tujuan digalakkannya peran serta masyarakat
adalah untuk mendorong masyarakat setempat supaya mereka merasa
”memiliki” sekolahnya dan lebih berperan dalam kegiatan sekolah. Peranserta di
masa lalu pada umumnya hanya terbatas pada pemberian dana ke sekolah, tetapi
lambat laun masyarakat lebih bertanggung jawab dalam memperbaiki dan merawat
gedung sekolah. Di beberapa sekolah orang tua dan masyarakat telah membentuk
paguyuban kelas untuk mendampingi kegiatan di kelas secara langsung, dan di
beberapa sekolah ada pula orang tua yang membantu guru di kelas. Hal ini
biasanya dilakukan pada peserta didik kelas I yang masih memerlukan permainan
dalam proses pembelajaran. Komite sekolah dibentuk sebagai wadah atau
organisasi non profit yang beranggotakan dari unsur orang tua peserta didik,
pendidik, tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, kelompok DUDI, dan kelompok
pemerhati pendidikan. Komite sekolah diharapkan menjadi partner sekolah dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan. Dasar hukum pembentukan komite sekolah
adalah Kepmendiknas Nomor 044/U/2002. Sejak Kepmendiknas tersebut diundangkan,
sudah banyak komite sekolah yang didirikan. Komite Sekolah berperan sebagai
berikut.
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan
dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; Ketua komite sekolah
adalah warga sekolah yang terlibat dalam perencanaan dan pengawasan keuangan
sekolah. Manajemen terbuka- menjadi transparan dan akuntabel. Rencana sekolah
dan RAPBS di pajangkan untuk dilihat semua pihak.
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan; 3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; 4.
Mediator(mediating agency) antara
pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.
BAB III
SIMPULAN DAN
SARAN
A. SIMPULAN
B.SARAN
Daftar Pustaka
Agustian,
Ary Ginanjar. Membangun Sumber Daya
Manusia dengan Kesinergisan antara Kecerdasan Spiritual, Emosional, dan
Intelektual. Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Kehormatan Doctor Honoris
Causa di Bidang Pendidikan Karakter, UNY 2007.
Azra,
Azyumardi. Agama, Budaya, dan Pendidikan
Karakter Bangsa. 2006
Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 2001.
Lickona, Thomas, Educating
for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New
York: Bantam Books, 1992.
Permendiknas NOMOR
18 TAHUN 2007 TENTANG
SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN
Pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar
kemendikbud 2013
Uundan-undang Sisdiknas tahun 2003
3 komentar :
Sip.
Mari terus belajar dan berbagi
http://sdn2pulokulon.blogspot.com/
Bagus.
Mari terus belajar dan berbagi
http://sdn2pulokulon.blogspot.com/
Bagus
Mari terus belajar dan berbagi
http://sdn2pulokulon.blogspot.com/
Posting Komentar