Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 27 Oktober 2013

KEBIJAKAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

                             KEBIJAKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL



IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), dinyatakan bahwa ada tiga tantangan besar dalam bidang pendidikan di Indonesia, yaitu pertama,  mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai; kedua, mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global; dan ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman, memperhatikan kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.
Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
    1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
    2.  Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
  3.Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
4.. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
6.Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
7.  Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak  dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
8.Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi
Berdasarkan Rencanan Strategi Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014 sekolah yang berhasil menerapkan MBS dengan baik sebesar (50%), tetapi masih banyak pula sekolah yang belum berhasil sebesar (50%). Sesuai dengan Rencana strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut, diharapkan pada akhir Tahun 2014, 90% sekolah telah menerapkan MBS dengan baik. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya peningkatan jumlah sekolah yang dapat menerapkan MBS dengan baik perlu segera dilaksanakan. 
Pencapaian keberhasilan penerapan MBS di Sekolah Dasar (SD) masih beragam. Berdasarkan penelitian dan pengamatan tentang MBS, keberagaman keberhasilan tersebut disebabkan antara lain oleh belum kuatnya komitmen pengambil kebijakan pendidikan di berbagai daerah (baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota). Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya pemahaman pihak sekolah dan masyarakat, akan arti penting MBS bagi peningkatan kualitas pendidikan. 
Belum kuatnya komitmen pengambil kebijakan pendidikan di berbagai daerah dan kekurangpahaman tehadap pentingnya MBS tersebut, lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang berbagai aspek yang terkait dengan MBS. Hal-hal tersebut  pada ujungnya mengakibatkan   penerapan MBS belum dapat berjalan secara baik. Untuk itu, walaupun MBS sebagai model pengelolaan
Bagi pengelola dan pelaksana SD yang telah menerapkan MBS dengan baik, agar terus meningkatkan keefektifan dan efisiensi dalam jangka panjang. Bagi penyelenggara SD yang belum optimal menerapkan MBS dapat termotivasi untuk menerapkan MBS sebagai wahana untuk meningkatkan mutu proses dan hasil penyelenggaraan pendidikan. Keberhasilan dalam mengimplementasikan MBS di SD, akan membawa dampak positif bagi peningkatan kualitas pendidikan pada jenjang satuan pendidikan selanjutnya. Salah satu kebijakan strategis pendidikan nasional sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS tersebut merupakan pendekatan manajemen yang harus diterapkan oleh  sekolah dasar sebagai bagian dari satuan pendidikan dasar berdasarkan standar pelayanan minimal. Penerapan  MBS di sekolah  mendorong sekolah harus secara aktif, mandiri, terbuka, dan akuntabel  melakukan berbagai program peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri dengan disertai pembuatan keputusan secara partisipatif .   Pada dasarnya MBS telah dilaksanakan di sekolah-sekolah dasar meskipun dalam berbagai katagori tingkatan. Ada sekolah dasar (SD) yang telah menerapkan MBS dengan  katagori baik. Ada sekolah dasar yang penerapannya dalam katagori sedang. Ada pula SD yang penerapan MBSnya pada katagori awal atau kurang. Sehubungan dengan hal tersebut dalam upaya mencapai target sasaran  rencana strategis  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014 diprogramkan  90%  SD melaksanakan MBS dengan baik, maka perlu upaya strategis yang berkesinambungan. Dalam upaya mencapai target sasaran rencana strategis tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi , maka Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar melakukan kegiatan Pembinaan Teknis MBS sebagai salah satu bagian dari pembinaan sekolah dasar secara menyeluruh.

B.     Rumusan Masalah
1.Apakah konsep dasar Manajemen berbasis sekolah di SD?
2.Apa sajakah  komponen Manajemen Berbasis Sekolah  di SD?

C.TUJUAN
1.Untuk mengetahui konsep dasar Manajemen berbasis sekolah di SD
2.Untuk mengetahui komponen Manajemen Berbasis Sekolah di SD




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Dasar Manajemen Berbasis sekolah di SD

Pendidikan harus menyediakan peta kehidupan yang kompleks dan selalu berubah sekaligus memberi kompas (arah jalan) yang memungkinkan seseorang untuk menemukan jalan dalam peta tersebut. Dengan demikian, siswa tidak dibanjiri dengan informasi tetapi menjadikan mereka sebagai pembelajar dan menjaga perkembangan mereka secara individual dan di dalam masyarakat .Victor Ordonez selaku Direktur Unesco untuk Asia Pasifik dalam sambutannya pada konferensi Unesco di Melbourne Australia pada tanggal 30 Maret 1998 menyampaikan betapa pentingnya memperhatikan konsep dasar pendidikan secara holistik. Melalui konsep dasar itulah  peta, arah dan tujuan dari pendidikan akan menemukan pola manajemennya yang unik sesuai dengan latar konteks sosial dimana sekolah itu berada.
MBS adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru di SD, dibantu oleh komite sekolah dalam mengelola kegiatan pendidikan (Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Selama ini kita meyakini bahwa kegagalan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikannya terkait dengan tiga (3) hal, yakni: (1) Guru-gurunya kurang berkualitas yang berdampak pada kegagalan, (2) Peserta didiknya, khusus anak-anak yang berasal dari minoritas tidak mampu, sehingga berdampak pada semangat belajar yang kurang, (3) Tidak cukup dana untuk membiayai proses keberlangsungan pendidikan. 
            Bayangkan ilustrasi ini, jika dalam dunia bisnis, sebuah perusahaan mengalami kegagalan, maka tentu saja si pemilik perusahaan tidak bisa menyalahkan pelanggannya. Begitu juga dengan kegagalan dalam pendidikan kita. Tidak bisa hanya menyalahkan guru, peserta didik, atau ketiadaan dana. Semua sangat tergantung bagaimana konsep Manajemen Berbasis Sekolah bisa dipahami dengan baik oleh stake holder yang ada di sekolah dan dapat diimplementasikan dengan baik sesuai dengan visi dan misi yang dirancang. Banyak ditemukan sekolah-sekolah yang guru, murid, dan dana dengan standar sangat minimal dan terbatas, namun kepala sekolah mampu menjadikan sekolah mereka eksis dan sukses dalam mengelola pendidikannya.  
Esensi MBS menjadi sangat penting dalam membangun konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah. Bukan hanya sekedar pemberian otonomi sekolah agar dapat bekerja dengan baik dalam rangka peningkatan mutu sekolah. Atau bukan diterjemahkan dangkal dalam otonomi sekolah sebagai pemberian kewenangan yang lebih mandiri pada sekolah yang mengandung makna swakarsa, swakarya, swadana, swakelola, dan swasembada. Namun lebih dari itu, bagaimana kepala sekolah memiliki kelayakan sebagai manajer dan pemimpin yang dapat mengelola bidang terkait dengan manajemen kurikulum, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pembiayaan, dan hubungan sekolah dan masyarakat, di samping menata budaya sekolah yang ada. Semua aspek dan delapan (8) standar pendidikan dapat terpenuhi dengan baik dan patut dalam proses pendidikan yang ada jika kepalasekolah dan guru melaksanakan manajemen dengan baik. Manajemen menjadi faktor penting untuk dapat dipahami dan dilaksanakan dalam mengontrol kegiatan hidup sekolah sehari-hari.
 sukses MBS sangat bergantung pada peran kepala sekolah dan guru sebagai entrepreuneur. Mereka dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah dengan cara mereka sendiri yang unik, dan secara bersama-sama menghimpun informasi dan membuat pilihan sesuai dengan kondisi yang ada di sekolah mereka. Mereka dapat mengelola dana dengan baik, mengontrolnya dan melaporkannya secara akuntabiltas.  Delegasi tugas berjalan dengan baik hingga ke jenjang terendah di satuan pendidikan mereka. Perolehan belajar peserta didik menjadi fokus agar tidak ada peserta didik yang dirugikan. Budaya sekolah dibangun sebagai komunitas pemelajar yang selalu haus akan ilmu dan selalu belajar. Peran serta orangtua dan masyarakat terlibat dalam berbagai aktivitas sekolah sehingga terbangun kepercayaan yang baik. Manajeman yang baik akan menjadi lahan subur bagi berkembangnya budaya sekolah yang baik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.
            Jika konsep dasar manajemen berbasis sekolah ini terpahami dengan baik, maka secara tidak langsung akreditasisecara internal tengah berlangsung di satuan pendidikan SD tersebut, dan proses pendidikan akan berjalan dengan efektif dan inovativ.


B.Komponen-Komponen dalam  Manajemen Berbasis Sekolah di SD
1. Manajemen Kurikulum dan Pembelajaran Berbasis Sekolah
Manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah adalah pengaturan kurikulum dan pembelajaran yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum dan pembelajaran di sekolah,
 berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah. Prinsip- prinsip implementasi pembelajaran yang dikembangkan dalam program MBS ini diharapkan dapat mengembangkan model pembelajaran yang lebih bervariasi, interaktif, dan praktis sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik dan relevan bagi peserta didik.Gaya pembelajaran seperti ini dikenal dengan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan atau disingkat PAKEM.
Ruang lingkup kegiatan manajemen kurikulum dan pembelajaran berbasis sekolah meliputi: penyusunan program tahunan, penyusunan dan penjabaran kalender sekolah, pembagian tugas mengajar dan tugas lain, penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan jadwal kegiatan perbaikan dan pengayaan, penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler, penyusunan program kegiatan bimbingan karir (BK), pengaturan pemanfaatan sumber dan media pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok-pokok bahasan tertentu (antara lain PAKEM), pengaturan kriteria dan pelaksanaan penilaian hasil belajar pesertadidik, kenaikan kelas, dan kelulusan, penyusunan/review KTSP dan silabus, penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),  pengaturan pembukaan tahun ajaran baru, pelaksanaan kegiatan pembelajaran, supervisi  pembelajaran, supervisi kegiatan BK, penentuan kelulusan peserta didik, penutupan tahun ajaran dan pelepasan peserta didik, pengawasan (pemantauan, dan evaluasi), dan pertanggungjawaban (pelaporan).
2. Manjemen Peserta Didik Berbasis Sekolah
Tujuan manajemen peserta didik adalah mengatur kegiatan peserta didik agar menunjang proses belajar mengajar di sekolah dalam pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan yang optimal. Fungsi manajemen peserta didik adalah wahana mengembangkan  peserta didik optimal baik individu maupun sosial sesuai dengan  kebutuhan dan/atau kebutuhan khusus. Ruang lingkup kegiatan manajemen  peserta didik berbasis sekolah meliputi penerimaan peserta didik baru, pengenalan atau masa orientasi peserta didik baru, penempatan peserta didik, pelayanan minat dan bakat, pembinaan d i, layanan khusus siswa, dan penatalaksanaan peserta didik. Penerimaan peserta didik baru dilakukan dengan memperhatikan daya tampung dan besarnya kelas (class size). Kebijakan sekolah untuk penetapan jumlah peserta didik yang diterima mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar dengan ketentuan rasio siswa per kelas adalah 1: 32. Untuk menetapkan penerimaan peserta didik berdasarkan kriteria yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan dinyatakan

 3. Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berbasis Sekolah
Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berbasis Sekolah Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan berbasis sekolah adalah pengaturan pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisir, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan yang terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah. Dalam penerapan MBS di SD, yang dimaksud pendidik adalah guru dan konselor yang berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pendidikan di SD. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, Pendidik pada SD sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh SD masing-masing sesuai dengan keperluan. Guru mata pelajaran di SD sekurang-kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan. Tenaga kependidikan yaitu anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan di SD.


Permendiknas NOMOR  18 TAHUN  2007 
TENTANG  SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN
 Pasal 1 
(1) Sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan. (2) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV). (3) Sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
 4. Manajemen Sarana dan Prasarana Berbasis Sekolah
Manajemen sarana dan prasarana berbasis sekolah adalah pengaturan sarana dan prasarana yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisir, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan sarana dan prasarana di sekolah, dengan berpedoman pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana, sebagai berikut. a. Satu SD memiliki sarana dan prasarana yang dapat melayani minimum 6 rombongan belajar dan maksimum 24 rombongan belajar. b. Satu SD dengan enam rombongan belajar disediakan untuk 2000 penduduk, atau satu desa.  c. Pada wilayah berpenduduk lebih dari 2000 jiwa dapat dilakukan penambahan sarana dan prasarana untuk melayani tambahan rombongan belajar di SD yang telah ada, atau disediakan SD baru. d. Pada satu kelompok pemukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih dari 1000 jiwa terdapat satu SD dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 3 km melalui lintasan yang tidak membahayakan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan dinyatakan bahwa sekolah menetapkan kebijakan program secara tertulis mengenai pengelolaan sarana dan prasarana.  Manajemen sarana dan prasarana meliputi aktivitas identifikasike butuhan, perencanaan, pengadaan, penginvetarisan, penyimpanan/pemeliharaan, da penghapusan. Barang yang dikelola meliputi barang yang tidak bergerak, serta barang yang bergerak, baik yang habis pakai maupun yang tidak, misalnyaperabot, alat kantor, buku, alat peraga praktek media pendidikan, dan administrasi sekolah.
 5. Manajemen Pembiayaan Berbasis Sekolah
Manajemen pembiayaan berbasis sekolah adalah pengaturan pembiayaan yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan pembiayaan di sekolah, dengan berpedoman pada prinsip-prinsip implementasi manajemen berbasis sekolah. 
a. Kegiatan perencanaan Perencanaan keuangan merupakan satu aktivitas dalam menetapkan perkiraan biaya yang diperlukan untuk penetapan sumber, pengalokasian, pengelolaan, pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan yang mendukung pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah. Perencanaan keuangan sekolah menyatu dengan Rencana Kerja Sekolah (RKS) secara menyeluruh. Dengan demikian perencanaan keuangan sekolah terdiri dari : 1. Perencanaan jangka pendek, 2. Perencanaan jangka menengah, dan 3. Perencanaan jangka panjang 
b. Sumber Keuangan Sesuai dengan Permendiknas No. 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Pendidikan: 1) Sumber Biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah terdiri: a) anggaran pendapatan dan belanja negara; b) anggaran pendapatan dan belanja daerah; c) sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya; d) sumbangan dari pemangku kepentingan pendidikan dasar di luar peserta didik atau orang tua/walinya; e) bantuan lembaga lainnya yang tidak mengikat; f) bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau g) sumber lain yang sah. 2) Sumber biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat: a) bantuan dari penyelenggara atau satuan pendidikan yang bersangkutan; b) pungutan, dan/atau sumbangan dari peserta didik atau orang tua/walinya; c) bantuan dari masyarakat di luar peserta didik atau orang tua/walinya; d) bantuan Pemerintah; e) bantuan pemerintah daerah; f)  bantuan pihak asing yang tidak mengikat; g) bantuan lembaga lain yang tidak mengikat; h) hasil usaha penyelenggara atau satuan pendidikan; dan/atau i)  sumber lain yang sah. 
c. Pengalokasian Pengalokasian adalah suatu rencana penetapan jumlah dan prioritas uang yang akan digunakan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Alokasi keuangan di sekolah, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta pada dasarnya adalah sama. Alokasi tersebut terdiri dari : 1) Alokasi pembangunan, baik pembangunan fisik (penambahan pasilitas) maupun nonfisik (pendidikan dan latihan pegawai);  Panduan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Alokasi kegiatan rutin, seperti belanja pegawai, kegiatan belajar mengajar, pembinaan kasiswaan, dan kebutuhan rumah tangga.
d. Penganggaran (penyusunan RKS, RKJM dan RKT) Rencana Kerja Sekolah (RKS) adalah dokumen satuan pendidikan yang memuat Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), dan disusun empat tahun sekali. Rencana Kerja Tahunan (RKT) disusun setiap tahun oleh sekolah berdasarkan RKJM, dengan masa implementasi satu tahun. Dengan demikian,dokumen RKJM memuat rencana strategis yang akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu 4 (empat) tahun, dan dokumen RKT memuat program/kegiatan strategis dan kegiatan operasional sekolah yang akan dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu 1 (satu) tahu
6. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat Berbasis Sekolah
Tujuan digalakkannya peran serta masyarakat  adalah untuk mendorong masyarakat setempat supaya mereka merasa ”memiliki” sekolahnya dan lebih berperan dalam kegiatan sekolah. Peranserta di masa lalu pada umumnya hanya terbatas pada pemberian dana ke sekolah, tetapi lambat laun masyarakat lebih bertanggung jawab dalam memperbaiki dan merawat gedung sekolah. Di beberapa sekolah orang tua dan masyarakat telah membentuk paguyuban kelas untuk mendampingi kegiatan di kelas secara langsung, dan di beberapa sekolah ada pula orang tua yang membantu guru di kelas. Hal ini biasanya dilakukan pada peserta didik kelas I yang masih memerlukan permainan dalam proses pembelajaran. Komite sekolah dibentuk sebagai wadah atau organisasi non profit yang beranggotakan dari unsur orang tua peserta didik, pendidik, tokoh masyarakat yang peduli pendidikan, kelompok DUDI, dan kelompok pemerhati pendidikan. Komite sekolah diharapkan menjadi partner sekolah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Dasar hukum pembentukan komite sekolah adalah Kepmendiknas Nomor 044/U/2002. Sejak Kepmendiknas tersebut diundangkan, sudah banyak komite sekolah yang didirikan. Komite Sekolah berperan sebagai berikut.
1. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; Ketua komite sekolah adalah warga sekolah yang terlibat dalam perencanaan dan pengawasan keuangan sekolah. Manajemen terbuka- menjadi transparan dan akuntabel. Rencana sekolah dan RAPBS di pajangkan untuk dilihat semua pihak.
2. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; 3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; 4. Mediator(mediating agency)  antara pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan.








BAB III
SIMPULAN DAN SARAN


A. SIMPULAN


B.SARAN



















Daftar Pustaka

Agustian, Ary Ginanjar. Membangun Sumber Daya Manusia dengan Kesinergisan antara Kecerdasan Spiritual, Emosional, dan Intelektual. Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Kehormatan Doctor Honoris Causa di Bidang Pendidikan Karakter, UNY 2007.
Azra, Azyumardi. Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter Bangsa. 2006
Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001.
Lickona, Thomas, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books, 1992.
Permendiknas NOMOR  18 TAHUN  2007  TENTANG  SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN
Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar  kemendikbud 2013
Uundan-undang Sisdiknas tahun 2003






3 komentar :

SDN 2 Pulokulon mengatakan...

Sip.
Mari terus belajar dan berbagi
http://sdn2pulokulon.blogspot.com/

SDN 2 Pulokulon mengatakan...

Bagus.
Mari terus belajar dan berbagi
http://sdn2pulokulon.blogspot.com/

SDN 2 Pulokulon mengatakan...

Bagus
Mari terus belajar dan berbagi
http://sdn2pulokulon.blogspot.com/